Pages

Search

Karakteristik Lalulintas

DEFINISI

Untuk mengetahui definisi lalulintas, maka perlu mengetahui SISTEM TRANSPORTASI.
Sistem transportasi pada dasarnya ada tiga :
- Prasarana
- Kebutuhan pergerakan
- Lalulintas

Lalulintas terbentuk sebagai hasil interaksi antara ketersediaan prasarana (transport supply), dan kebutuhan pergerakan (transport demand).

Karakteristik Lalulintas :
Flow = Volume Lalulintas
Speed = Kecepatan Lalulintas
Density = Kepadatan Lalulintas


KECEPATAN

Adalah laju pergerakan lalulintas yang ditunjukkan dengan Jarak yang ditempuh suatu kendaraan dalam waktu tertentu. (L/T)
Satuan yang biasa dipakai = km/jam

Jenis Kecepatan :



Keterkaitan dengan Spasial, Jenis kecepatan:
1. Spot speed (kecepatan sesaat)
2. Running speed (kecepatan jalan)
3. Journey speed (kecepatan perjalanan)

Kecepatan Perjalanan (Journey Speed) adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat dengan jarak tertentu di bagi seluruh waktu yang dibutuhkan. Sebagai contoh kecepatan perjalanan antar kota. Didalamnya terdapat banyak hambatan, sehngga waktu tempuh tersebut menyangkut juga KETERTUNDAAN.

VOLUME LALULINTAS
Adalah jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan dalan satuan waktu tertentu.(M/T)
Satuan yang biasa dipakai = Kend/jam atau Kend/hari

Komposisi Volume laulintas

Terdiri dari Jenis kendaraan :
- Kendaraan Berat
- Kendaraan ringan
- Mobil penumpang
- Sepeda Motor
- Kendaraan Tidak bermotor, dsb

Perlu konversi dalam satu satuan :
Satuan mobil penumpang (smp),Mobil penumpang merupakan satu satuan mobil penumpang ( 1 smp), kendaraan lain dikonversi dalam smp dengan suatu nilai ekuivalen mobil penumpang (emp).
Satuan yang dipakai untuk analisis = smp/jam atau smp/hari.

Karakteristik Volume lalulintas
- Jam-jaman (fluktuasi dalam interval menitan)
- Harian (fluktuasi dalam jam)
- Tahunan (fluktuasi dalam bulanan dan harian)

Pengamatan volume lalulintas


Waktu tempuh rata-rata



Volume Jam Perencanaan

Digunakan untuk dasar perencanaan kebutuhan prasarana jalan.
- LHR
- LHRT
- Jam puncak dan faktor jam puncak
- Ambang jam puncak
- Faktor pembagi arah
- Arus bebas (free low)
- Arus Jenuh (sat flow)

KEPADATAN LALULINTAS

Jumlah Kendaraan yang melewati suatu ruas jalan pada jarak tertentu (selama waktu T tertentu)
Satuan yang dipakai = Kend/km atau Smp/km



Pengamatan Empiris hubungan U-V-D

Dijabarkan dalam bentuk hubungan antar karakteristiknya :
- Speed-density relationship
- Flow-density relationship
- Speed-flow relationship





oleh para ahli = berkembang dengan banyak model mamematis :

1. Model Greeshields (linier)
2. Model Greenberg (logaritmic)
3. Model Underwood (exponensial)
4. Model Edie (Log + Exp)
5. Model Bell Curve (Exp deterence)
6. dll


Model Greenshields


PRINSIP DASAR EVALUASI

1. TIME HORISON

Penentuan rentang waktu yang jelas mulai dari pra – pas – pasca. Berkaitan dengan konsisensi perilaku dan kecukupan data (pada beberapa proyek akan menunjukkan perilaku yang berbada)



2. KOMPONEN DAMPAK

Identifikasi semua komponen sistem
• Sistem prasarana dan sarana (supply)
• Sistem pergerakan(traffic characteristics)
• Sistem permintaan(demand)
• Sistem kelembagaan

Kemudian dari seluruh komponen dampak, harus sudah dipertimbangkan tahap-tahap sebagai berikut untuk memperoleh alternatif skema :


3. SKENARIO PENANGANAN
• Penetuan alternatif-alternatif proyek/perencanaan
• Termasuk alternatif 0 sebagai pembanding terhadap alternatif yang lain
• Dinilai berdasarkan komponen dampak

Contoh :
Suatu pekerjaan terdapat 3 alternatif :


4. KUANTIFIKASI DAN FORCAST KOMPONEN PADA TIAP-TIAP ALTERNATIF
contoh : pencemaran = f(lalulintas, bahan bakar, jenis kendaraan, tgl, partikel,dll), kemudian diisi pada sel-selnya


5. MENBUAT NILAI ELEMEN NETTO ANTARA DO NOTHING DAN DO SOMETHING



Hal tersebut di atas ber laku dengan syarat :
- Satuan dapat dikuantifikasi
- Satuan antara elemen pada tiap alternatif sama
- Dapat di cost kan (-)
- Dapat di benefit kan (+)




8. MENGHITUNG UNJUK KERJA INVESTASI
Standard kuantifikasi satuan pada komponen-sistem yang ada diperlukan apabila adanya perbandingan antara pekerjaan-pekerjaan (proyek) yang ada sehingga dapat didasarkan pada nilai yang sama = memberikan kebijakan bagi pemilik proyek (pemilihan alternatif terbaik)





Model Sistem Transportasi

Model Sistem Transportasi :
• Tujuan pemodelan
• Komponen sistem yang berpengaruh
• Variabel yang digunakan
• Teori dasar
• Tingkat agregasi
• Representasi waktu
• Kebutuhan Data dan ketersediaan data
• Kalibrasi dan validasi

Tujuan Pemodelan :
• Sebagai alat untuk mengamati perilaku dan kondisi sistem nyata dan keterkaitan komponen-komponen sistem
• Memrediksikan perubahan pada sistem sebagai akibat dari perubahan penanganan komponen-komponen sistem

Identifikasi komponen sistem :
• LU dan karakteristiknya
• Prasarana dan sarana transportasi dan karakteristiknya
• Pergerakan lalulintas dan karakteristiknya

Variabel yang digunakan
Model yang membutuhkan variabel pada dasarnya adalah model matematis dari komponen sistem.
Model Transport = f (L, T, Q)

Teori dasar
Yang biasa digunakan = 4 step Model (teori konvensional)

Tingkat agregasi
Hubungannya dengan cakupan studi (coverage area)
Makin tinggi tingkat agregasi = Makin rendah tingkat akurasinya
Makin rendah tingkat agregasi = Makin tinggi tingkat akurasinya



Kebutuhan Data dan ketersediaan data
• Record masa lalu ( data ) perilaku komponen sistem merupakan dasar pembentukan model
• Sebagai input untuk prediksi masa mendatang

Kalibrasi dan validasi
• Proses kalibrasi :
untuk mengestimasi parameter suatu model
• Proses Validasi :
menguji model dengan kondisi eksisting, untuk mengecek output model apakah sama dengan observasi lapangan

Model Sistem LU dalam transport
Mengaitkan LU, Transportasi dan arus lalulintas = model yang paling sederhana :
• adalah adanya dua titik : titk (asal) dan titik tujuan
• adanya jarak antara dua titik tersebut
• adanya perbedaan value antara dua titik tersebut yang memungkinkan pergerakan



Aksesibilitas

Suatu konsep yang menggabungkan sistem pengaturan Tata Guna Lahan (TGL) dengan sistem transportasi.




Model Pemilihan Moda dan Model Pemilihan Rute (Mode and Route Choice)

Mode and route choice are major step s in the trip making decision process.
Pemilihan moda dan pemilihan rute mempunyai persamaan dalam pendekatan analisis permintaan

Model Pemilihan Moda

Aplikasi paling sederhana dalam pemilihan moda adalah pemilihan : binary choice case. Yaitu menyangkut pemilihan antara :
- Mobil Pribadi (aoutomobile)
- Angkutan Umum (transit)

Pendekatan analisisnya dapat menggunakan : Binary Diversion Analysis
Analisis dengan pendekatan kurva diversi dalam hal pemilihan biner : (hanya dan jika hanya terdapat dua pilihan) dapat digunakan dalam :
- Trip end modal Split
- Trip interchanges (pemilihan rute dari matrik distribusi model)


Kuva Diversi Untuk Pemilihan Moda Berdasarkan Rasio aksesibilitas dan tingkat kepemilikan kendaraan


Kurva diversi pemilihan moda berdasarkan selisih value (cost / biaya)

Kaitan Model Pemilihan Rute dengan Model Lain dalam 4 step model :






Terminal

PENDEKATAN

Terminal Bis adalah tempat sekumpulan bis mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang dapat mengakhiri perjalanannya, atau memulai perjalananya atau juga dapat menyambung perjalanannya dengan mengganti (transfer) lintasan bis lainnya. Di lain pihak, bagi pengemudi bis, maka bangunan terminal adalah tempat untuk memulai perjalanannya, mengakhiri perjalannya dan juga sebagai tempat bagi kendaraan beristirahat sejenak, yang selanjutnya dapat digunakan juga kesempatan tersebut untuk perawatan ringan ataupun pengecekan mesin.

Ditinjau dari sistem jaringan rute secara keseluruhan, maka terminal bis merupakan simpul utama dalam jaringan, yang dalam jaringan ini sekumpulan lintasan rute bertemu. Dengan demikian, terminal bis merupakan komponen utama dari jaringan yang mempunyai peran yang cukup signifikan. Karena kelancaran yang ada pada terminal akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas sistem angkutan umum secara keseluruhan.




Kebutuhan dan penentuan lokasi sub terminal ditentukan sesuai dengan perkembangan dan distribusi permintaan angkutan umum. Untuk efisiensi penggunaan dana pembangunan sub terminal, maka penentuan prioritas dan pentahapan pembangunan perlu dilakukan. Penentuan kebutuhan dan lokasi sub terminal tentu mempertimbangkan rencana pengembangan tata ruang, jaringan jalan (termasuk pembangunan jalan lingkar utara dan lokasi terminal tipe A yang ada saat ini.

FUNGSI TERMINAL

Jika kita amati suatu sistem terminal bis, maka kita akan melihat pada sistem tersebut terdapat sekumpulan komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya.

Komponen-komponen yang dimaksud meliputi :
• Bis
• Penumpang
• Calon Penumpang yang diantar (kiss & ride)
• Calon penumpang yang membawa kendaraan sendiri dan memarkir kendaraannya (park & ride)
• Pejalan kaki

a. Bis
Dari lintasan rutenya, bis datang di terminal, kemudian menurunkan penumpang penumpangnya. Setelah menunggu beberapa lama (tergantung pada jadwal), selanjutnya bis menaikkan penumpangnya kemudian pergi kembali menelusuri lintasan rutenya. Terkadang, dengan alasan tertentu, bis terpaksa harus diperbaiki atau dilakukan perawalan kecil, seperti mengganti ban, mengganti busi ataupun penyetelan mesin. Untuk bis-bis yang harus berangkat dari terminal di pagi hari, maka bis harus menginap di tempat penyimpanan khusus.

Dengan demikian, bagi bis fungsi terminal adalah ;
• Tempat bis dapat berhenti
• Tempat bis menurunkan penumpang
• Tempat bis menaikkan penumpang
• Tempat bis mendapat perawatan kecil
• Tempat bis disimpan untuk sementara

b. Penumpang
Untuk penumpang, kegiatan di terminal dimulai dengan datangnya penumpang, baik datang dengan bis ataupun datang dengan sarana lainnya. Sesampainya diterminal, maka penumpang turun dari bis. Jika ingin meneruskan perjalannya maka penumpang tersebut harus berganti bis dengan lintasan rute yang sesuai dengan arah perjalanannya. Sedangkan jika penumpang ingin mengakhiri perjalanannya dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan kendaraan lain, maka dia keluar dari terminal. Jika dia ingin berpindah pada lintasan rute yang lain, dia harus membeli tiket dan menunggu kedatangan bis yang diperlukannya. Setelah itu, ketika bis yang dinanti datang, dia naik ke dalam bis dan akhimya bis meninggalkan terminal.

Dengan demikian, maka fungsi terminal bagi seorang penumpang adalah :
• Tempat penumpang turun dan mengakhiri perjalanan dengan bis
• Tempat penumpang dapat berganti lintasan rute (transfer)
• Tempat penumpang menunggu bis yang akan dinaikinya
• Tempat penumpang naik bis
• Tempat penumpang berganti dengan moda lainnya (becak, mobil atau berjalan kaki) menuju tujuan akhir perjalanannya.

c. Kiss & Ride
Bagi calon penumpang yang diantar dengan kendaraan oleh orang lain, maka ketika sampai di terminal, dia segera turun untuk segera membeli tiket sesuai dengan lintasan, rute dan arah yang dituju. Selanjutnya dia menuju ke platform di mana bis yang dimaksud berada, dan menunggu beberapa saat sampai bis dimaksud datang Selanjutnya dia naik ke bis dan bersama bis pergi dari terminal.

Dengan demikian bagi calon penumpang tipe Kiss & Ride, fungsi terminal adalah :
• Tempat dia turun dari kendaraan penghantar
• Tempat kendaraan penghantar datang dan langsung pergi
• Tempat dapat membeli tiket
• Tempat dia harus menunggu
• Tempat dia naik bis dan memulai perjalannya

d. Park & Ride
Bagi calon penumpang yang menggunakan kendaraan pribadi ke terminal, maka pada saat di terminal dia memarkir kendaraannya dan masuk ke terminal untuk membeli tiket, sesuai dengan lintasan rute dan tujuannya. Selanjutnya dia menuju ke platform di mana bis yang dimaksud berada, dan menunggu beberapa saat sampai bis dimaksud datang. Kemudian dia naik ke bis dan bersama bis pergi dari terminal.

Dengan demikian, bagi calon penumpang jenis Park & Ride, fungsi terminal adalah :
• Tempat kendaraannya dapat diparkir selama dia melakukan perjalanan
• Tempat membeli tiket
• Tempat dia harus menunggu
• Tempat naik bis dan memulai perjalannya.
• Tempat dia mengakhiri perjalannya dengan bis untuk kemudian menggunakan kendaraan yang diparkir untuk pulang ke rumah

e. Pejalan Kaki
Bagi seorang pejalan kaki yang ingin menggunakan bis untuk perjalannnya, dia harus datang ke terminal dengan berjalan kaki. Sesampainya di terminal dia membeli tiket, sesuai dengan lintasan rute dan tujuannya. Selanjutnya dia menuju ke platform di mana bis yang dimaksud berada, dan menunggu beberapa saat sampai bis dimaksud datang. Kemudian dia naik ke bis dan bersama bis pergi dari terminal.

Dengan demikian, bagi calon penumpang pejalan kaki, fungsi terminal adalah :
• Tempat membeli tiket
• Tempat dia harus menunggu
• Tempat dia naik bis dan memulai perjalannya.
• Tempat dia mengakhiri perjalannya dengan bis untuk kemudian menggunakan kendaraan yang diparkir untuk pulang ke rumah.

Jika kesemua komponen di atas memang diakomodasi dalam sebuah terminal maka mekanisme yang ada secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.2.
Tapi perlu diingat bahwa suatu terminal tidak selamanya berfungsi untuk mengantisipasi kelima komponen di atas. Pada beberapa kasus, hanya dua atau tiga komponen saja yang dilayani, misalnya pada terminal kecil di mana hanya menampung komponen bis, penumpang dan Kiss &. ride.




g. Tempat Henti (Shelter)


Tempat henti di perlukan keberadaannya disepanjang rute angkutan umum agar gangguan terhadap lalu lintas dapat diminimalkan, oleh sebab itu tempat pemberhentian angkutan umum harus diatur tempatannya sesuai dengan kebutuhan.

Pengertian
1. Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU) terdiri dari Halte dan Tempat Pemberhentian Bis.
2. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan/atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.
3. Tempat Pemberhentian Bis (bis stop) adalah tempat untuk menurunkan dan/atau menaikkan penumpang yang selanjutnya disebut TPB.
4. Teluk Bis (Bis Bay) adalah bagian perkerasan jalan tertentu, yang diperlebar dan diperuntuk-kan sebagai TPKPU.
5. Waktu pengisian adalah waktu yang diperlukan untuk naik/turun penumpang yang dihitung dari saat kendaraan berhenti sampai dengan penumpang terakhir yang naik atau turun ;
6. Waktu pengosongan teluk bis adalah waktu yang dihitung dari penumpang terakhir yang turun atau naik sampai dengan kendaraan mulai bergerak.

Tujuan Perekayasaan Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum adalah
1. Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas.
2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum.
3. Kepastian keselamatan untuk menaikkan dan / atau menurunkan penumpang.
4. Untuk kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau Bis.

Persyaratan umum adalah
1. Berada disepanjang rute angkutan umum / bis.
2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki.
3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.
4. Dilengkapi dengan Rambu Petunjuk.
5. Tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas.

Jenis Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum
1. Halte
2. Tempat Pernberhentian Bis (TPB)

Fasilitas Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU)

1. Fasilitas utama

a. Untuk Halte
• Identitas Halte berupa Nama dan / atau Nomor.
• Rambu Petunjuk.
• Papan Informasi Trayek.
• Lampu Penerangan.
• Tempat Duduk.

b. Untuk TPB
• Rambu Petunjuk.
• Papan Informasi Trayek.
• ldentifikasi TPB berupa nama dan / atau nomor.

2. Fasilitas Tambahan
• Telepon Umum.
• Tempat Sampah.
• Pagar.
• Papan Iklan / Pengumuman.
Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan ini tidak boleh mengganggu ruang bebas pandang.



Untuk menentukan jumlah kebutuhan teluk bis apakah tunggal, rangkap dua atau tiga, dipakai patokan umum bahwa sebuah teluk bis tunggal dapat melayani 40 buah bis dalam waktu satu jam. Selain itu juga didasarkan pada hitungan dengan persamaan.

N = jumlah teluk bis
P = jumlah penumpang maksimal menunggu di halte (orang/jam)
S = kapasitas angkutan umum (orang/kendaraan)
B = waktu pengisian / Boarding Time (detik)
C = waktu pengosongan teluk bis / Clearance Time (detik).

Tata letak Halte dan / atau TPB terhadap ruang lalu lintas :

1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100 meter ;
2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau tergantung dari panjang antrian .
3. Jarak minimal dari suatu gedung (seperti : rumah sakit, tempat ibadah) yang membutuhkan ketenangan adalah 100 meter .
4. Peletakan, di persimpangan menganut sistem campuran yaitu antara sesudah persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside).

PERENCANAAN SUB TERMINAL

Seperti telah dikatakan sebelumnya, ditinjau dari sistem jaringan rute angkutan umum secara keseluruhan, fungsi terminal sangatlah signifikan, karena pada terminallah terjadi interaksi antar lintasan rute dan pada terminal pula terjadi interaksi antara penumpang dan lintasan rute. Karenanya efektifitas dan efisiensi sistem transportasi dalam suatu jaringan lintasan rute sangat dipengaruhi oleh performansi dari terminal-terminalnya. Untuk itulah, maka perencanaan terminal yang baik merupakan prasyarat agar diperoleh suatu terminal yang berfungsi secara efektif dan efisien dalam mengantisipasi kebutuhan pergerakan.

Dalam merencanakan suatu terminal, sangat penting untuk mengetahui secara rinci fungsi dari terminal, baik fungsi ditinjau dari sistem jaringan rute secara keseluruhan, maupun fungsi ditinjau dari aktifitas maupun mekanisme yang ada di dalam terminal. Selanjutnya aspek lainnya yang perlu diketahui adalah intensitas dari pergerakan yang harus diantisipasi. Karena terminal pada dasarnya dibangun dalam usaha untuk mengatisipasi aktifitas maupun mekanisme pergerakan yang ada dengan tingkat intensitas tertentu.

Komponen Prasarana Terminal Bis

Komponen prasarana transportasi yang seharusnya ada pada sebuah terminal adalah disesuaikan dengan fungsi terminal yang ingin dicanangkan. Karena pada dasarnya komponen prasarana yang disediakan dalam sebuah terminal dimaksudkan untuk mengantisipasi ataupun melayani mekanisme pergerakan yang mungkin muncul.

Ditinjau dari mekanisme pergerakan yang mungkin timbul dari sebuah terminal, maka gambar pergerakan diatas dapat dijadikan sebagai dasar dari suatu mekanisme pergerakan yang paling lengkap yang mungkin ada dalam sebuah terminal. Dari gambar tersebut jelas bahwa prasarana yang harus disediakan adalah sedemikian sehingga mampu mengantisipasi pelayanan ataupun pergerakan seperti yang dijelaskan pada Tabel berikut:



Kriteria Perencanaan


Dalam perencanaan terminal bis kriteria utama yang diterapkan adalah :

• Terminal yang dimaksud hendaknya dapat mengantisipasi pergerakan pejalan kaki (pedestrian), yaitu mudah dicapai dari daerah sekitarnya.
• Terminal yang dimaksud hendaknya dapat mengantisipasi sirkulasi pergerakan bis secara efektif dan efisien.
• Terminal yang dimaksud hendaknya dapat mengantisipasi kebutuhan transfer secara cepat dan mudah.
• Terminal yang dimaksud hendaknya mampu mengantisipasi pergerakan kiss & ride secara mudah dan cepat
• Terminal yang dimaksud hendaknya membuat penumpang merasa nyaman dan aman, baik untuk kegiatan naik ke bis, turun dari bis maupun transfer antar lintasan bis
• Terminal yang dimaksud hendaknya adalah sedemikian sehingga bis dapat menaikturunkan penumpang secara mudah dan cepat.
• Terminal yang dimaksud hendaknya sekecil mungkin mempengaruhi kondisi lalu lintas pada jaringan jalan di sekitarnya.

Tahapan Perencanaan

Secara umum, tahapan dasar dari suatu perencanaan terminal terdiri dari dua, yaitu :
• Penentuan lokasi terminal
• Perencanaan tata-letak dan desain komponen terminal

Penentuan lokasi terminal biasanya dilakukan pada tahapan studi kelayakan, keluaran yang dihasilkan meliputi : lokasi terpilih, preliminary design, tingkat kelayakan dan studi analisis dampak lalu lintas. Sedangkan perencanaan tata-letak dan desain rinci dilakukan pada tahapan Final Engineering Design, output yang dihasilkan meliputi : gambar perencanaan, spesifikasi, bill & quantity dan estimasi biaya,

a. Penentuan Lokasi Terminal

Studi penentuan lokasi terminal merupakan tahapan yang cukup penting dalam perencanaan terminal, karena terminal yang baik adalah terminal yang secara sistem jaringan mampu berperan dalam melancarkan pergerakan sistem transportasi secara keseluruhan. Dengan demikian, maka letak terminal sangatlah berperan, terutama dalam kaitannya dengan peran yang disandang oleh terminal bersangkutan dalam sistem jaringan rute ataupun keberadaan terminal tersebut dalam sistem prasarana jaringan jalan.

Dalam penentuan lokasi terminal, aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian adalah :
• Tipe terminal yang akan dibangun
• Komponen pergerakan yang akan dilayani (loading, unloading, transfer, kiss & ride, park & ride dll)
• Tipe lintasan rute yang akan dilayani (trunk routes, collector routes atau local routes)
• Jumlah lintasan rute yang akan dilayani.
• Kondisi dan karakteristik tata-guna tanah pada daerah sekitar terminal
• kondisi dan karakteristik prasarana jaringan jalan
• Kondisi dan karakteristik lalu-lintas pada jaringan jalan di sekitar lokasi terminal

Lintasan rute angkutan umum perlu dipertimbangkan, hal ini akan terkait dengan distribusi perge-rakan pengguna angkutan umum. Pola lintasan rute yang baik diharapkan menghasilkan pelayanan yang baik, dalam arti menghubungkan asal dan tujuan perjalanan pengguna angkutan umum dengan jarak yang sesingkat mungkin, menjangkau semua wilayah secara merata sesuai dengan distribusi permintaan angkutan umum, menghasilkan perjalanan dengan minimal tranfer. Secara umum dike-nal beberapa bentuk pola trayek angkutan umum sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini. Ada empat pola rute angkutan umum, yaitu : radial criss-croos, trunk line with feeders, grid, radial.



Sedangkan tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan lokasi terminal adalah :

1. Identifikasikan tipe terminal yang akan dibangun.

2. Estimasikan kebutuhan luasan lahan yang diperlukan. Estimasi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan prakiraan jumlah lintasan bis yang akan dilayani. Selanjutnya diestimasikan secara lebih rinci jumlah bis dan jumlah penumpang per hari yang akan diiayani. Dari data-data tersebut dapat diestimasi luas lahan yang diperlukan untuk masing-masing komponen prasarana terminal.

3. Dari gambar peta jaringan lintasan rute eksisting, identifikasikan beberapa alternatif lokasi terminal didasarkan jumlah dan jenis lintasan yang mungkin dilayani dan luasan lahan yang dibutuhkan. Indikasi iokasi terminal dapat ditentukan berdasarkan simpul-simpul jaringan yang mungkin terbeniuk dari peta jaringan lintasan rute.

4. Selanjutnya untuk masing-masing alternatif lokasi terminal,
lakukan hal-hal berikut ini :
• Identifikasikan kondisi dan karakteristik tata-guna tanah dari lokasi dimaksud.
• Cek luasan lahan yang mungkin tersedia.
• Estimasikan luas dan harga lahan yang dapat dibebaskan.
• Identifikasi karakteristik dan kondisi jaringan jalan yang ada di sekitar lokasi terminal.
• Identifikasikan karakteristik dan kondisi lalu-lintas yang ada pada jaringan jalan.
• Estimasikan secara kasar besarnya dan karakteristik lalu-lintas yang akan dibangkitkan oleh terminal dimaksud. Lalu-lintas yang dimaksud dapat berupa lalu-lintas bis ataupun lalu-lintas yang dihasilkan oleh penumpang (untuk penumpang park & ride ataupun kiss & ride).
• Identifikasikan sistem sirkulasi keluar-masuk bis dan kendaraan lain dari dan ke jaringan jalan di sekitar lokasi terminal.
• Lakukan traffic assignment dari volume lalu-lintas yang dibangkitkan pada jaringan jalan yang ada di sekitar lokasi. Cek kondisi dan karakteristik lalu-lintas yang dihasilkan akibat adanya terminal terhadap jaringan jalan sekitar.
• Identifikasikan titik-titik mana dalam jaringan jalan sekitar yang diperkirakan rawan terhadap kemacetan ataupun gangguan lalu-lintas. Berikan beberapa solusi yang dimungkinkan untuk mengantisipasi permasalahan yang ada.

5. Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua alternatif. Tentukan alternatif terbaik berdasarkan kriteria tertentu.

b. Perencanaan Tata-letak dan desain komponen prasarana terminal

Jika lokasi terminal telah ditentukan pada tahap sebelumnya, ataupun telah ditentukan karena alasan lainnya, maka pada lokasi dimaksud perlu dilakukan perencanaan rinci, yang meliputi perencanaan tata-letak dan perencanaan komponen-komponen prasarana.

Hal terpenting dari kedua aspek di atas adalah perencanaan tata letak, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas sistem terminal secara keseluruhan.

Suatu sistem tata letak yang baik adalah sistem tata-letak yang menghasilkan situasi terminal di mana :
• Interaksi antara satu lintasan bis dengan lintasan bis lainnya dapat dilakukan dengan baik, sehingga penumpang yang ingin melakukan transfer dapat dengan mudah melakukan.
• Interaksi antara lalu lintas bis yang keluar / masuk terminal dengan lalu lintas yang ada di daerah sekitarnya dapat dilakukan dengan baik , sehingga tidak menyebabkan gangguan yang signifikan bagi kelancaran lalu lintas ataupun kelancaran lalu lintas bis itu sendiri.
• Interaksi antara penumpang dengan bis dapat dilakukan dengan mudah , sehingga penumpang yang datang ke terminal dengan moda apapun (berjalan kaki , kiss n’ ride , atau park n’ ride ) dapat dengan mudah mencari lintasan bis yang diinginkan dan penumpang yang baru turun dari bis dapat dengan mudah keluar dan melanjutkan perjalanannya dengan moda lain.
• Sirkulasi bis dapat dilakukan secara efektif dan efisien tanpa harus menyebabkan bis mengalami tundaan yang berlebihan.
• Sirkulasi pejalan kaki (pedestrian) dapat dilakukan secara efektif dan efisien tanpa harus menyebabkan pejalan kaki berputar – putar.
• Sirkulasi kendaraan pribadi atau kendaraan lain non bis yang keluar / masuk terminal dapat dilakukan dengan efektif dan efisien , sehingga tidak menyebabkan tundaan ataupun gangguan pada lalu lintas lainnya.

Untuk menghasilkan sistem tata letak yang baik, maka komponen prasarana terminal yang harus mendapat perhatian utama adalah :
• Jalur masuk dan keluar untuk bis
• Ramp untuk bis keluar dari atau masuk ke terminal dari jaringan jalan sekitar
• Loading bay / bis bay / berth
• Unloading platform untuk penumpang turun dari bis
• Loading queue (tempat antrian untuk naik ke bis)
• Platform untuk penumpang menunggu
• Platform untuk kiss and ride
• Areal parkir untuk kendaraan pengantar/penjemput atau kendaraan milik penumpang
• Jalur masuk dan keluar bagi kendaraan non bis
• Fasilitas pelengkap lainnya, yaitu areal khusus untuk penyimpanan bis atau perawatan bis, kios tempat penjualan tiket, papan informasi dan ruang kontrol.

Tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan tata letak dan desain fasilitas prasarana terminal adalah :

1. Identifikasi karakteristik dan pola pergerakan

Tujuan dari tahapan ini adalah mengidentifikasikan besaran dasar dan karakteristik dari pergerakan–pergerakan yang akan diantisipasi dalam terminal, meliputi pergerakan bis, penumpang dan kendaraan non bis.

Adapun analisis yang dilakukan meliputi :
• terminal klasifikasi dan fungsi terminal yang akan di bangun ,
• identifikasi komponen pergerakan yang akan diantisipasi
• prediksi dan estimasi banyaknya lintasan rute yang akan dilayani
• prediksi dan estimasi banyaknya penumpang yang akan dilayani untuk masing – masing lintasan rute , baik besaran rata – rata maupun untuk kondisi puncak (peak hour)
• Prediksi dan estimasi banyaknya penumpang yang akan menggunakan pola pedestrian, pola 'park & ride' dan pola 'kiss & ride'.
• Prediksi pola dan besaran arrival rate dari bis untuk masing-masing lintasan rute
• Prediksi pola dan besaran arrival rate dari calon penumpang untuk masing-masing tipe penumpang

2. Identifikasi sistem/mekanisme operasional terminal

Sasaran yang ingin dicapai pada tahap ini adalah mendapatkan beberapa alternatif dari sistem/mekanisme operasional terminal, meliputi : pola interaksi antara lintasan bis, pola interaksi antara bis dan penumpang, pola interaksi antara penumpang dan penumpang dan pola sirkulasi, baik penumpang, pejalan kaki, bis dan kendaraan lainnya.

Adapun analisis yang dilakukan meliputi :
• Tentukan banyaknya lajur bis yang diperlukan, baik untuk jalur akses maupun jalur keluar.
• Tentukan banyaknya platform/lajur bis yang diperlukan dalam terminal
• Tentukan banyak bis bay yang diperlukan
• Tentukan pola penempatan lintasan bis dalam platform/Iajur bis
• Tentukan pola dan sistem sirkulasi bis
• Tentukan pola dan sitem sirkulasi pedestrian
• Tentukan pola dan sistem sirkulasi kendaraan non-bis
• Tentukan pola penempatan/tata-letak masing-masing komponen prasarana terminal berdasarkan pola dan sistem sirkulasi yang dicanangkan di atas.

3. Evaluasi alternatif sistem operasi terminal yang terbaik

Dari semua alternatif sistem operasional terminal yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya, dilakukan evaluasi dalam usaha mendapatkan alternatif yang terbaik. Kriteria utama yang diterapkan dalam menentukan alternatif terbaik adalah efisiensi dan efektifitas pergerakan di dalam terminal dan pergerakan dari dan ke terminal.

Dalam evaluasi ini aspek-aspek yang dianalisis meliputi :
• Estimasi panjang antrian bis dan tundaan yang terbentuk pada masing-masing lajur/paltform
• Estimasi panjang antrian dan waktu tunggu rata-rata yang dirasakan penumpang pada masing-masing platform
• Estimasi panjang antrian dan tundaan rata-rata yang dirasakan kendaraan non-bis di daerah park & ride dan kiss&ride
• Estimasi waktu total transfer rata-rata yang dirasakan penumpang yang melakukan transfer
• Estimasi Biaya
Adapun metoda analisis yang digunakan adalah :
• teori antrian, dan atau
• model Simulasi

4. Tentukan dimensi rinci masing–masing komponen
Dari alternatif sistem operasional terminal yang terbaik, selanjutnya dilakukan perhitungan dan analisis untuk menentukan besaran/dimensi rinci dari masing–masing komponen prasarana terminal. Hasil yang diperoleh dari tahapan ini adalah desain rinci dari seluruh komponen prasarana terminal.

Dalam penentuan dimensi rinci dari masing–masing komponen prasarana terminal ini masukan dasar yang digunakan dalam analisis adalah :
• Pola, besaran kuantitatif dan karakteristik pergerakan dari masing–masing entities (penumpang, bis , dan kendaraan non bis )
• Standar desain yang berlaku
• Standar geometrik yang berlaku

5. Dimensi dasar komponen prasarana terminal
Dimensi dasar komponen–komponen prasarana di terminal bis sangat dipengaruhi oleh besarnya bis yang akan dilayani, kemudahan manuver, jumlah bis dan jumlah penumpang.

Secara umum, dimensi dasar dari komponen–komponen prasarana terminal bis adalah :
• Lebar Lajur Masuk / Keluar untuk Bis
Lajur dengan lebar 3.5 m dapat digunakan untuk bis dengan lebar 2.8 m
• Lebar Lajur Bis dalam terminal
Dimensi dasar untuk lajur bis dalam terminal hendaknya dua kali lajur bis biasa , atau cukup untuk menampung 2 bis sekaligus, baik untuk manuver maupun penyimpanan bis sementara. Untuk lajur bis yang terletak di daerah unloading platform , lebar lajur bis dibuat untuk cukup menampung dua bis, agar bis yang sudah kosong dapat segera pergi, tanpa harus menunggu bis yang di depannya, yang sedang menurunkan penumpang.
• Clearance untuk memutar
Clearance (ruang bebas) yang disediakan untuk manuver bis dari lajur bis di terminal ke lajur bis untuk keluar hendaknya dibuat dengan memperhatikan ukuran maksimum bis . Maksudnya agar bis dapat berputar dengan mudah.

RAJA JALANAN BARU setelah BECAK?


Jawabannya adalah : SEPEDA MOTOR

Jumlah sepeda motor di Indonesia menembus 37 juta dari 47 juta kendaraan bermotor yang terdaftar pada tahun 2008. Pertumbuhan sepeda motor lebih dari 15% dengan rasio kepemillikan sepeda motor 1: 4 orang diperkotaan dan 1 : 7 di Indonesia.

Bus Rapid Transit (BRT) pun dilibas-nya. Dengan kapasitas mesin yang (mungkin) hanya 150 cc, mampu mengangkut 1,2,3,...16 orang. Bandingkan BRT dengan kapasitas mesin 40 kali lipat (6000 cc) hanya mengangkut 85 orang.
Bahkan jalur Busway bus ikut direbutnya, walaupun agak repot dan antri, tapi tetep dicurinya, biar lancar. Lho kok malah jadi motorcycle-way....

Truk pun ikut di kalahkannya...
Muatan komoditas pertanian ini menjadi muatan yang ”terpaksa” diangkut motor, mungkin murah kali ya...

Trus penumpangnya mana? Tetep ada ruang. Di-”tlesep-tlesep”-ke muat juga sepeda motor ini mengangkut barang + 2 penumpang, walau harus bergaya ”doggy”. Lihat senyum ketulusan mereka, sulit menterjemahkan kesulitan mereka dalam mengendarai motor...sulit tapi senang...

Apakah Bajaj dibutuhkan Kota Semarang?


Beberapa saat yang lalu ada wacana mengenai kemungkinan penggunaan moda transportasi bajaj sebagai sarana angkutan umum di Kota Semarang. Hal ini menjadi menarik karena akan terdapat banyak aktor yang akan berperan dengan membawa visi dan misi seiring dengan kepentingannya. Aktor dalam hal ini adalah : pengguna jalan, operator sebagai penyedia jasa trasnportasi, regulator sebagai penentu kebijakan, dan bukan pengguna (non-user) akan mempunyai pandangan yang berbeda dalam bentuk pernyataan, ekspektasi dan argumentasi sesuai dengan cara pandang masing-masing.

Sebenarnya, untuk menjawab pertanyaan di atas membutuhkan kajian yang mendalam, karena keberadaannya akan menimbulkan implikasi langsung maupun tidak langsung, baik itu dalam bentuk manfaat maupun biaya dengan diperngaruhi oleh banyak faktor. Implikasi tersebut jelas akan dirasakan oleh seluruh aktor dalam sistem transportasi.

Tidak salah jika kita tinjau keberadaan bajaj di Indonesia. Kendaraan bermotor roda tiga mesin dua tax ini berasal dari India dengan kapasitas penumpang tiga orang termasuk driver. Jakarta menjadi kota yang jaringan jalannya terbebani oleh bajaj kurang lebih 14.000 unit dengan tingkat kebisingan 85 dB. Mengapa bajaj tetap ada di Jakarta? Terlepas dari regulasi mengenai keberadaan bajaj, moda transportasi apapun dalam bentuk seperti bajaj atau moda sejenis akan tetap ada di Jakarta karena permintaannya sudah mengakar di masyarakat, termasuk dalam hal ini adalah bemo. Ternyata keberadaan kedua angkutan umum itu tidak masuk dalam daftar angkutan umum yang resmi diizinkan untuk beroperasi di Jakarta. Beberapa saat yang lalu, Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengendalian Udara baru saja disahkan oleh DPRD DKI Jakarta. Sementara itu, bajaj tidak tersentuh Perda Pengendalian Udara karena tidak masuk jenis angkutan umum di Jakarta. Oleh karena itu, secara bertahap angkutan bajaj maupun bemo akan ditertibkan.

Disisi lain, munculnya moda baru akan membentuk permintaan jasa transportasi. Kota Semarang dan kota-kota lainnya di Indonesia, mempunyai potensi permintaan jasa transportasi moda bajaj yaitu pengguna becak. Bahkan di seputar Kota Semarang seperti di Daerah Gunung Pati, Banyumanik, Mangkang dan Mijen sudah muncul Becak Bermotor yang mempunyai karakteristik yang sama dengan bajaj. Ada fenomena apakah ini?

Dari sudut pandang lalulintas, keberadaan moda baru, apapun jenis modanya pasti akan membebani jalan. Dari studi yang pernah dilakukan mengenai becak bermotor, terdapat perilaku pengguna yang mempunyai anggapan bahwa becak bermotor (dalam hal ini becak bermotor diasumsikan mempunyai karakteristik yang sama dengan bajaj), akan dapat melayani 3,5 km lebih jauh dibanding dengan becak kayuh. Seandainya becak kayuh mampu melayani sampai 5 km berarti becak bermotor ataupun bajaj dapat dimungkinkan intervensi ke jaringan jalan sejauh 8,5 km bahkan lebih. Seandainya kendaraan ini masuk ketengah kota, bagaimana jadinya lalulintas di perkotaan.

Timbulnya moda baru seperti bajaj, akan berpengaruh terhadap operator lain. Katakanlah becak, ojek, angkutan kota (angkot), bahkan taksi akan mempunyai pesaing baru. Terlepas dari perilaku pengguna dalam memilih jenis moda angkutan umum yang ada, persaingan ini menciptakan perilaku operator

Saat ini, lalulintas perkotaan menjadi pusat perhatian seluruh aktor yang berperan di dalammya. Permasalahan-permasalahan yang muncul

Jembatan

Jembatan merupakan bangunan yang membentangi sungai, jalan, saluran air, jurang dan lain sebagainya untuk menghubungkan kedua tepi yang dibentangi itu agar orang dan kendaraan dapat menyeberang.

Secara umum, jembatan mempunyai struktur atas, bangunan bawah dan pondasi. Bangunan atas memikul beban lalulintas kendaraan yang bergerak diatasnya. Beban tersebut disalurkan ke kepala jembatan yang harus didukung pula oleh pondasi. Dalam kasus tertentu dengan bentang yang panjang dibutuhkan pilar yang mendukung beban yang terletak diantara ujung / kepala jembatan.

Struktur jembatan terdiri dari struktur atas, struktur bawah dan pondasi. Didalam pemilihan tipe maupun ukuran dari struktur jembatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain :
- Aspek Lalu Lintas
- Aspek Geometri
- Aspek Tanah
- Aspek Hidrologi
- Aspek Perkerasan
- Aspek Konstruksi

Struktur jembatan dapat berfungsi dengan baik untuk suatu lokasi tertentu apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Kekuatan dan stabilitas struktural
- Tingkat pelayanan
- Keawetan
- Kemudahan pelaksanaan
- Ekonomis
- Keindahan estetika

ASPEK LALU LINTAS

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan jembatan ditinjau dari segi lalu lintas yang meliputi antara lain :

Kebutuhan Lajur
- Nilai konversi kendaraan
- Klasifikasi menurut kelas jalan
- Lalu lintas harian rata-rata
- Volume lalu lintas
- Kapasitas jalan
- Derajat kejenuhan

Kebutuhan Lajur
Lebar lajur adalah bagian jalan yang direncanakan khusus untuk lajur kendaraan, jalur belok, lajur tanjakan, lajur percepatan / perlambatan dan atau lajur parkir.Lebar lajur tidak boleh dari lebar lajur pada jalan pendekat untuk tipe dan kelas jalan yang relevan. Berdasarkan TCPGJKA 1997 Bina Marga, lebar lajur untuk berbagai klasifikasi perencanaan sesuai tabel berikut ini :




Nilai Konversi Kendaraan

Nilai konversi merupakan koefisien yang digunakan untuk mengekivalensi berbagai jenis kendaraan ke dalam satuan mobil penumpang (smp) dimana detail nilai smp dapat dilihat pada buku MKJI No.036/T/BM/1997. Nilai konversi dari berbagai jenis kendaraan dilampirkan seperti pada tabel di bawah ini.





Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penetapannya didasarkan pada kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan Ton. Dalam “Tata Cara Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota tahun 1997”, klasifikasi dan fungsi jalan dibedakan seperti pada tabel berikut :



Lalu Lintas Harian Rata-rata

Lalu Lintas Harian rata-rata adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik dalam satu ruas dengan pengamatan selama satu tahun dibagi 365 hari. Besarnya LHR akan digunakan sebagai dasar perencanaan jalan dan evaluasi lalu lintas pada masa yang akan datang. Untuk memprediksi volume LHR pada tahun rencana, digunakan persamaan regresi.



Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintas di suatu titik pada suatu ruas jalan dengan interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Dalam perencanaan, digunakan perhitungan volume puncak yang dinyatakan dalam volume per jam perencanaan. Perhitungan volume lalu lintas digunakan rumus berdasarkan MKJI No. 036/T/BM/1997.


Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan jam yang melewati suatu titik pada suatu ruas jalan dalam kondisi yang ada. Besarnya kapasitas jalan menurut MKJI 1997 :







Untuk jalan terbagi dan jalan satu-arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan bernilai 1,0.






Derajat Kejenuhan ( Degree of Saturation)

Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai ratio arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan akan menunjukkan apakah segmen jalan itu akan mempunyai suatu masalah dalam kapasitas atau tidak.

Besarnya nilai derajat kejenuhan ditunjukkan pada rumus berikut :


Nilai DS tidak boleh melebihi angka satu, karena jika nilai DS lebih dari satu maka akan terjadi masalah yang serius karena pada jam puncak rencana arus lalu lintas yang ada akan melebihi nilai kapasitas jalan dalam menampung arus lalu lintas. Nilai DS yang paling ideal adalah dibawah angka 0,75 (MKJI 1997 hal 6-25)

ASPEK GEOMETRI
Dalam perencanaan jalan raya bentuk geometri jalan harus ditentukan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal pada lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Untuk itu perlu diperhatikan batasan-batasan yang telah ditetapkan Bina Marga.

Perencanaan geometri dapat dibedakan dalam dua tahap :

Alinyemen Horisontal
Alinyemen horisontal merupakan proyeksi sumbu tegak lurus bidang horisontal yang terdiri dari susunan garis lurus dan garis lengkung. Perencanaan geometri pada bagian lengkung diperhatikan karena bagian ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat melewati tikungan dan gaya tersebut cenderung melempar kendaraan ke arah luar.

Pada bagian lurus dan lengkungan biasanya disisipkan lengkung peralihan, yang berfungsi untuk mengantisipasi perubahan alinyemen dari bentuk lurus sampai ke bagian lengkungan sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berada di tikungan berubah secara berangsur-angsur.

Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) atau landai nol (datar).Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.

ASPEK TANAH
Data tanah digunakan untuk menganalisa kemampuan daya dukung tanah terhadap beban yang bekerja dan penentuan jenis pondasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Tinjauan Terhadap Daya Dukung Tanah

Dalam perencanaan pondasi, besaran tanah yang harus diperhitungkan adalah daya dukung tanah dan letak lapisan tanah keras. Daya dukung tanah yang telah dihitung harus lebih besar dari beban ultimate yang telah dihitung.

Tinjauan Terhadap Stabilitas Abutment
Data tanah yang dibutuhkan berupa sudut geser, kohesi, berat jenis tanah yang bekerja pada abutment dan daya dukung tanah yang merupakan reaksi tanah dalam penyaluran beban dari abutment. Gaya berat tanah ditentukan dengan menghitung volume tanah diatas abutment dikalikan dengan berat jenis tanah dari data soil properties.

ASPEK HIDROLOGI
Aspek hidrologi diperlukan dalam menentukan banjir rencana sehingga akan diketahui tinggi muka air banjir melalui bentuk penampang yang telah ada. Tinggi muka air banjir ini akan mempengaruhi terhadap tinggi jembatan yang akan direncanakan.

Curah Hujan Rencana
Dalam hal ini digunakan metode yang tepat dalam menghitung curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu. Perhitungan hujan rencana ini digunakan Metode Gumble.

Debit Banjir Rencana
Debit rencana dihitung dengan formula Rational Mononobe :


Koefisien run off merupakan perbandingan antar jumlah limpasan dengan jumlah curah hujan. Besar kecilnya nilai koefisien limpasan ini dipengaruhi oleh kondisi topografi dan perbedaan penggunaan tanah.

ASPEK KONSTRUKSI
Aspek konstruksi berkaitan dengan pemilihan jenis struktur yang akan digunakan yang didasarkan pada beban yang bekerja, jenis dan kondisi tanah dan sebagainya.

Beban Struktur Jembatan
Dalam perencanaan struktur jembatan beban dan gaya harus diperhatikan untuk perhitungan tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan yaitu :

1. Beban Primer,
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.Yang termasuk beban primer adalah :

a. Beban Mati,
Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan.
b. Beban Hidup,
Beban hidup jembatan yaitu beban ”T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban ”D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.

2. Beban Sekunder
Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam setiap perencanaan jembatan.Yang termasuk beban sekunder adalah :

a. Beban angin,
Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m² pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan. Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 ( dua ) meter di atas lantai kendaraan.

b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu,
Gaya akibat perbedaan suhu antara bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu setempat.

c. Gaya Akibat Rangkak dan Susut,
Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi, harus ditinjau. Besarnya pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15C.

d. Gaya Rem dan Traksi,
Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari beban ”D” tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada, dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai kendaraan.

e. Gaya Akibat Gempa Bumi,
Pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh gaya horisontal pada konstruksi akibat beban mati konstruksi dan perlu ditinjau pula gaya–gaya lain yang berpengaruh seperti gaya gesek pada perletakan, tekanan hidrodinamik akibat gempa, tekanan tanah akibat gempa.

f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan–Tumpuan Bergerak,
Gaya gesek yang timbul ditinjau hanya akibat beban mati saja sedang besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan.

3. Beban Khusus
Beban khusus adalah beban yang merupakan beban–beban khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan.

Yang termasuk beban khusus adalah :

- Gaya Sentrifugal
Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,80 meter di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut dinyatakan dalam prosen terhadap beban ”D” yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan koefisien kejut.

Besarnya prosentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus :


- Gaya dan Beban Selama Pelaksanaan
Besarnya dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang digunakan.

- Gaya Aliran Air dan Tumbukan Benda Hanyutan
Gaya tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang pengaruh pada suatu pilar, yang dihitung dengan rumus :



Stuktur Atas ( Upper Structure)


Struktur atas secara umum terdiri dari :

a. Gelagar induk atau memanjang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan atau tegak lurus arah aliran sungai.
b. Gelagar melintang merupakan komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan.
c. Lantai jembatan berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan beban langsung lalu lintas yang melewati jembatan itu.
d. Perletakan adalah penumpu abutment yang berfungsi menyalurkan semua beban jembatan ke abutment menerus ke pondasi.
e. Pelat injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan sehingga tidak terjadi perubahan ketinggian yang terlalu mencolok pada keduanya.

Struktur Bawah (Sub Structure)

Abutment
Abutment merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai dinding penahan tanah. Bentuk abutment dapat berupa abutment tipe T terbalik yang dibuat dari beton bertulang.
Abutment dilengkapi dengan konstruksi sayap atau wing wall yang berfungsi untuk menahan tanah dalam arah tegak lurus as jembatan ( penahan tanah ke samping ).

Pondasi
Perencanaan pondasi ditinjau dari pembebanan vertikal dan horisontal dimana daya dukung tanah telah dihitung harus lebih besar dari beban ultimate. Berdasarkan data tanah dapat dilihat lapisan tanah keras pada lapisan dalam sehingga digunakan pondasi dalam yaitu pondasi tiang pancang.

Daya Dukung Tiang Pancang

Perhitungan pembagian tekanan pada kelompok tiang pancang yang menerima beban normal eksentris :


Penurunan Tiang Pancang
Perhitungan penurunan tiang pancang, tegangan pada tanah akibat berat bangunan dan muatannya dapat diperhitungkan merata pada kedalaman 2/3 Lp dan disebarkan 30˚.

Struktur Pelengkap
Sarana pelengkap sangat berguna untuk menunjang bangunan pokok agar dapat berfungsi dengan baik.

Sedangkan bangunan pelengkap tersebut sebagai berikut :
a. Railling, Railling jembatan berfungsi sebagai pagar pengaman bagi para pemakai jalan.
b. Saluran drainase, Saluran ini untuk mengalirkan air dari lapisan perkerasan jalan ke luar jembatan.
c. Oprit, Merupakan jalan pelengkap untuk masuk ke jembatan dengan kondisi disesuaikan agar mampu memberikan keamanan saat peralihan dari ruas jalan menuju jembatan.
d. Trotoar, Trotoar ini berfungsi sebagai tempat berjalan bagi para pejalan kaki yang melewati jembatan agar tidak terganggu lalu lintas kendaraan.

ASPEK PERKERASAN

Unsur-unsur yang terdapat dalam perencanaan tebal perkerasan supaya tercapai hasil yang optimal adalah :
a. Unsur beban lalu lintas
b. Unsur perkerasan
c. Unsur tanah keras

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, pada perencanaan perkerasan Jembatan Lumeneng dipilih tipe perkerasan lentur (fleksible pavement).

Untuk menentukan tebal perkerasan digunakan perhitungan-perhitungan sebagai berikut:
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
LEP = C x LHR awal x E
LEA = C x LHR akhir x E
LET = 0,5 (LEA + LEP )
LER = LET x ( UR/10 ) = LET x FP

dimana :
ITP = Indeks Tebal Perkersan
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan
D1, D2, D3 = tebal minimum masing-masing jenis perkerasan
C = koefisien kontribusi kendaraan
LHR awal = lalu lintas harian rata-rata pada umur rencana
E = angka ekivalen untuk setiap jenis kendaraan
LHR akhir = lalu lintaas hariaan rata-rata pada akhir umur rencana
UR = umur rencana
FP = faktor penyesuaian

Lapisan-lapisan yang terdapat pada metode perkerasan lentur adalah :

Tanah dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat daya dukung tanah dasarnya (CBR tanah asli atau CBR desain)
a. Perubahan bentuk tetap akibat beban lalu lintas.
b. Sifat kembang susut tanah tertentu akibat perubahan kadar air
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya.
d. Lendutan selama dan setelah pembebanan lalu lintas dari tanah tersebut.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada pelaksanaan.

Lapisan pondasi bawah
Konstruksi lapis pondasi bawah direncanakan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.
b. Mencari efisiensi penggunaan material yang relatif murah.
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapisan pondasi.
d. Sebagai lapis pertama. Tipe tanah setempat (CBR>20 %, PI<10>

Lapisan Pondasi

Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian dari perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis perkerasan.
c. Bahan lapis pondasi harus kuat dan awet sehingga dapat menahan beban roda.

Lapis permukaan

Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan rapat air.
c. Sebagai lapis aus atau wearing course.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...